Di Afghanistan, Keledai Bisa Gantikan Helikopter


Sumber:pixabay.com
Saat tentara Amerika belum menjajah Afghanistan, peralatan perang di daerah paling timur negeri ini sangat  sederhana: lumpur bata dan Kalashnikovs yang sudah uzur. Invasi Amerika telah membawa tentara Afghanistan memiliki senjata yang jauh lebih modern untuk berperang melawan Taliban dibanding sebelumnya. Salah satunya adalah helikopter untuk menavigasi  kontur-kontur di daerah yang berbahaya.
Namun setelah pemerintah Obama memutuskan untuk menarik mundur pasukan AS secara bertahap, langit Afghanistan pun kosong dari pesawat-pesawat asing yang membawa suplai makanan, air dan juga termasuk senjata. Tentara lokal Afghanistan pun dituntut untuk mampu memenuhi kebutuhannya sendiri, termasuk suplai makanan dan senjata yang sekarang tidak bisa lagi mengandalkan helikopter Amerika.

Karena bangsa Afghanistan adalah bangsa yang terbiasa hidup dalam keterbatasan, termasuk keterbatasan teknologi, mereka tidak kehilangan akal dalam mencari pengganti helikopter untuk memasok kebutuhan logistik perangnya. Dan tidak tanggung-tanggung, penggantinya langsung berupa makhluk hidup  yang selama berabad-abad sudah terbukti mampu menjadi navigator ulung di medan bukit Afghanistan: keledai.

Ratusan keledai ditempatkan di basis-basis yang sudah dibangun oleh tentara AS selama masa perang berlangsung. Ketimpangan ini sangat nyata kalau dilihat dari peralatan-peralatan canggih yang sebelumnya berada di sana, kemudian bertukar menjadi keledai setelah tentara-tentara asing itu pergi. Laman Washington Post menyebutnya sebagai ‘kemunduran teknologi yang tak dapat dihindari’.

Para pejabat dan pimpinan Afghan jelas merasa tidak ‘sreg’ dengan perubahan drastis ini. Mereka menuntut pemerintah Obama untuk menyediakan peralatan-peralatan militer canggih seperti yang digunakan tentara AS selama berada di sana. Padahal AS sendiri sudah menghabiskan lebih dari 50 miliar dollar untuk memodernisasikan militer Afghanistan yang selama ini merupakan angkatan bersenjata yang paling terbelakang di dunia. Dana  tersebut untuk membeli peralatan dan senjata buat tentaranya Hamid Karzai ini. Maka ketika pemerintah Afghan meminta kesamaan standarisasi militer, jelas ditolak oleh Obama karena dianggap tidak realistis secara finansial.

Peralatan canggih yang diminta Afghanistan antara lain kacamata untuk berburu malam hari, yang ditolak pemerintah AS. Mereka juga meminta persenjataan berat dan peralatan untuk mendeteksi bom. Semuanya dianggap terlalu mahal. Lebih dari itu, yang paling dibutuhkan oleh tentara Afghan adalah helikopter. Presiden Karzai pun mengancam bila AS tetap menolak untuk memberikan lebih banyak lagi helikopter, maka ia akan memintanya dari negara-negara non NATO.

Jika tetap tidak dapat juga dari negara lain, maka otomatis keledai akan tetap dipakai untuk mengganti fungsi suplai logistik dan senjata ke daerah-daerah yang tidak bisa dijangkau. Hewan ini akan beralih fungsi dari ‘buruh petani’ menjadi ‘tentara perang’.  

“Keledai sekarang sudah menjadi helikopternya Afghanistan,” sindir Kolonel Abdul Nasseer, salah seorang panglima batalion di provinsi Konar.

Namun keledai pun bukan tidak mungkin akan berhenti menjadi ‘tentara’ bila si empunya keledai, yang disebut sebagai ‘kontraktor’, tidak dibayar sewanya oleh pemerintah. Para ‘kontraktor’ yang rata-rata adalah petani itu mengeluhkan kondisi mereka yang sudah berbulan-bulan tidak dibayar padahal keledai mereka sudah diberdayakan untuk mengantar logistik.

“Jika masalah kontraktor keledai ini belum selesai lalu mereka mengundurkan diri, bisa jadi Taliban akan kembali menguasai pos-pos yang selama sudah ditempati tentara Afghanistan,” tutur Travis Washington, salah seorang penasehat militer.

Obama sendiri merubah strateginya di Afghanistan. Di masa kepemimpinan keduanya ini, ia akan merekonsiliasi pemerintah Hamid Karzai dengan Taliban, sesuatu yang terlihat mustahil terjadi. Apalagi Pakistan sebagai sekutu AS cenderung tidak akrab dengan Karzai dan di negara itu jaringan Al Qaidah masih tumbuh subur dan selalu merencanakan serangan terhadap kepentingan AS di Afghanistan.
Perang memang mahal, tapi menyelesaikan perang ternyata jauh lebih mahal. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar