Membangun Usaha Kecil yang Menjanjikan



Sumber: alfi-ilmu.blogspot.com

Kali ini Porbess akan membahas bagaimana membangun bisnis usaha kecil namun berpenghasilan besar. Sebelumnya, portal berita ini juga menurunkan tulisan mengenai profil-profil yang sukses berpenghasilan puluhan hingga ratusanjuta dari bisnis yang tidak terlalu dilirik. Teorinya hampir sama dengan membangun bisnis properti, tambang, telekomunikasi, minyak dan lainnya. Kita harus mengukur kegemaran dan minat kita terlebih dahulu sebelum memutuskan bisnis apa yang akan kita bangun. Tapi tidak selalu seperti itu sebenarnya. Ada orang yang tidak hobi makan tapi terjun ke bisnis kuliner. Ada orang yang tidak suka betul-betulin mobil tapi buka bisnis bengkel. Ada orang yang tidak mengerti tentang majalah malah mendirikan majalah. Jadi intinya tidak pada kegemaran atau hobi, tapi terletak pada sumber daya yang tersedia. Untuk langkah awal memang cenderung mendirikan bisnis kecil yang sesuai dengan minat dan keahlian kita.

Siapa di antara pembaca Porbess yang hobi membersihkan kakus? Mungkin sedikit di yang punya kegemaran bersih-bersihin WC dan kakus. Tapi bagi orang yang memang mengerti dunia perKAKUSan, sedikitnya peminat yang bermain di bisnis ini ternyata menjadi peluang emas yang sayang kalau dilewatkan. Di Batam ada seorang “pakar” kakus yang mengerti dan mengetahui cara bagaimana membuat WC yang tersumbat kembali lancar. Sekali benerin WC/kakus di rumah, dia dibayar 150 ribu rupiah. Uniknya dalam sehari dia mendapat order 8 sampai 15 kali membetulkan kakus yang tersumbat. Artinya, dalam sehari jika dipukul rata mendapat 10 order, maka omset yang diperoleh dalam sehari adalah 1,5 juta rupiah. Sebulan ia bisa mengumpulkan rata-rata 40 juta rupiah! Bayangkan, keterampilan yang tidak dilirik oleh banyak orang ini ternyata menghasilkan jutaan rupiah bagi yang serius menekuninya! Ini adalah bisnis kecil yang menguntungkan.

Banyak sekali bisnis besar yang lahir dari bisnis rumahan. Biasanya bisnis recehan atau rumahan adalah bisnis kecil yang umum dijalankan orang. Contohnya bisnis siomay, batagor, pisang goreng, asesoris wanita, sarung handphone, jahe sachet, tahu sumedang, dan lainnya. Maka untuk membedakan dari pemain lain yang sudah membludak, seorang pelaku jenis usaha kecil perlu membuat apa yang kita sebut sebagai ’konsep’. Sekali lagi, untuk membedakan produk kita dari pemain lain, maka perlu membuat KONSEP!

Apa itu KONSEP? Secara sederhana dan tidak pakai kamus bahasa Indonesia, konsep diartikan sebagai cara kita menyajikan produk yang ingin ditawarkan kepada konsumen. Bagaimana cara tukang siomay menawarkan dagangannya? Ya dengan naik sepeda keliling kompleks, dengan membawa panci dan kalau ada modal sedikit dipakai buat beli ’klakson’ berupa terompet supaya orang-orang sadar bahwa tukang siomay lewat. Nah, sekarang coba lihat berapa banyak tukang siomay yang melakukan hal yang sama? Jawabannya: banyak sekali!

Tukang-tukang siomay yang seperti itu adalah tukang siomay yang tidak punya konsep. Ia menjajakan dan menawarkan produknya sama dengan tukang siomay lain yang terlebih dahulu sudah berjualan. Jadi apa bedanya? Mungkin rasa. Tapi kalau rasanya sama saja, apa istimewanya?

Sekarang kita coba lihat Sriyono alias Pak Yono. Ia berjualan siomay dengan cara yang unik: mengecat sepeda dan pancinya dengan warna pink! Tidak hanya itu, ia sendiri mengenakan kaos pink, celana pink, topi pink, jam pink bahkan menaruh boneka Teddy Bear berwarna pink di keranjang sepedanya!

Di Jalan Gandaria, Jakarta Selatan, tidak ada satu pun yang tahu nama Sriyono. Tapi kalau menyebut Siomay Pink, dari mulai anak-anak, tukang ojek, sopir bemo, satpam, mengenalnya. Keunikan konsepnya ini membuat omset Siomay Pink mampu membukukan omset 200 ribu hingga 1 juta rupiah per hari. Bisa kita bayangkan andaikata Sriyono menjual siomay dengan cara yang biasa-biasa saja, tentu hasilnya pun biasa-biasa saja. Konsep yang jelas membuat siomay pink ini dikenal luas oleh masyarakat.
 
Bila Anda berbisnis makanan di pinggir jalan, di mana persaingan sudah sedemikian banyak, maka caranya adalah bermainlah di konsep. Anda bisa menyulap gerai makanan Anda dengan warna tertentu seperti warna pink, merah, hijau, biru atau lainnya. Bahkan bisa juga menyesuaikan antara nama dengan warna. Misalnya Blue Big Baker (tukang roti keliling dengan mem-BIRU-kan atribut dan gerobaknya, syukur-syukur kalau tukang rotinya berbadan gempal), Red Hot Fried Chicken (ayam goreng yang boothnya dicat merah menyala dan “galak”), The Pinky Dogers (jualan es Doger yang warnanya dimerahjambukan semua) dan sebagainya. Intinya adalah bagaimana warna bisa membantu memperkuat konsep produk Anda sehingga tampil berbeda dengan produk sejenis lainnya. Bisnisnya sama, produknya sama, tapi KONSEP telah menciptakan peluang usaha baru.

Selain warna, ciri khas penjualnya pun bisa dijadikan konsep juga. Di sebuah kantor di Tangerang, ada kantin yang namanya Kantin Bu Gendut. Dan pemiliknya memang ibu-ibu berbadan gempal. Di pinggir-pinggir jalan juga sering kita lihat seperti Sate Bang Kumis yang sudah pasti tukang satenya berkumis. Sayangnya, konsep seperti ini banyak yang pakai. Lalu bagaimana cara menyiasatinya? Gunakan KONSEP TERBALIK! Bila Anda berambut gondrong dan berjualan sate, buatlah nama produk Anda menjadi Sate Ayam Bang Botak. Bila Anda bertubuh gemuk dan berjualan nasi pecel, buatlah merek Nasi Pecel Si Ceking. Bila Anda bertubuh jangkung dan berjualan nasi goreng, bikinlah namanya menjadi Nasi Goreng Seafood Si Cebol. Kalau kebetulan Anda wanita lembut nan ramah yang buka warteg, buatlah nama warteg Anda menjadi Macho Man Warteg dengan menampilkan foto-foto laki-laki sangar, meski penjualnya jauh dari kesan itu. Semua konsep ini adalah untuk membuat produk Anda mudah dikenal orang dan jauh dari kesan pasaran.

Selain warna dan fisik pemiliknya, waktu juga bisa dijadikan konsep. Misalnya Anda mau membuat kantin di kantor, buatlah konsep era 80an dengan menampilkan poster-poster penyanyi top di era tersebut, menayangkan film tahun 80an melalui DVD (bila Anda menyediakan fasilitas TV), menyediakan majalah-majalah lama tahun 80an di dalamnya, bahkan kalau perlu pakailah pakaian yang jadi tren di zaman itu. Tidak lupa, putarkan musik-musik yang in pada tahun-tahun tersebut.

Kota atau budaya juga bisa dijadikan konsep. Misalnya Anda mau membuka jasa tukang cukur dengan tema Jawa. Isi perabot di dalam barbershop Anda berbau Jawa, mulai dari pakaian pencukur, kain untuk menutup pelanggan, ornamen, sisir yang berdesain batik, background lagu, bahkan kalau perlu si pelanggan dikasih suvenir berupa wayang mini! Naikkan saja harganya, meski sebenarnya pelayanan Anda standart-standart saja. Tapi orang rela bayar lebih untuk pengalaman/sensasi yang ia dapatkan dari suatu tempat.

Ras dan suku adalah cara lain untuk membuat konsep yang unik. Kalau Anda mau menambah sedikit usaha, Anda bisa melatih orang bule laki-laki dan perempuan untuk berbahasa daerah (misalnya Padang) yang nantinya akan menjadi pelayan di rumah makan Padang yang Anda miliki. Tidak perlu setiap hari, cukup hari-hari tertentu saja, misalnya hari Sabtu. Insya Allah bisa menambah ramai pengunjung. Namanya juga pilih yang unik: Restoran Padang Onde Mande Saturday.

Konsep banyak ditemukan dari hal-hal lainnya selain yang sudah kita bahas di atas. Kita bisa membuat konsep dari jender (pernah dengar salon MOZ5? Salon khusus tidak saja buat wanita, tapi lebih khusus lagi buat wanita muslimah), ruang (misalnya bikin restoran bundar yang bentuk layout sampai kursinya pun berbentuk bundar), sains (Porbess pernah menelusuri sebuah area tempat jualan fashion remaja di sebuah mal yang menampilkan dan bernuansa nama-nama planet di tata surya), ibadah umat beragama (seperti toko khusus yang jualan oleh-oleh haji), buah-buahan (seperti Rumah Strawberry di Bandung), makanan (Rumah Sosis di Bandung juga), hewan (Taman Kupu-Kupu juga di Bandung), dan sebagainya. Intinya, buatlah konsep untuk membedakan antara usaha Anda dengan usaha lain yang sejenis.

Jadi, produk sederhana bisa dijadikan peluang bisnis, asalkan ada sesuatu yang membedakannya: KONSEP.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar