Edisi SWA terbaru tanggal
4-17 Oktober 2012 mengangkat tema yang menarik, yaitu Business
Creativity: Sukses Bisnis Berkelanjutan.
Bagaimana tidak menarik, sebab kreatifitas adalah kunci hidup matinya suatu
merek dan perusahaan. Yang kreatif yang akan bertahan. Yang pasif akan digerus
zaman.
Majalah ini mengambil studi
kasus dari merek-merek yang sudah sangat dikenal. Misalnya KFC yang menciptakan terobosan dengan menjual CD lagu
sebagai ‘sampingan’ dari bisnis ayam goreng. Namun Fabian Gelael, penggagas
sekaligus pemegang hak waralaba KFC di Indonesia ini, menemui hambatan karena
tidak ada satu pun artis top yang mau mendistribusikan CD-nya ke KFC. Tahun
2006 ia menggelontorkan ide ini, lalu mulai mencari penyanyi top yang mau
diajak kerjasama. Hasilnya nihil. Fabian lalu menggandeng grup musik baru untuk
diorbitkan melalui jaringan KFC, dan ternyata sukses. Cerita enam tahun
kemudian berputar 180 derajat. Bos-bos raksasa industri rekaman Indonesia,
lengkap dengan jajaran artis andalan mereka, menyambangi gerai KFC di Kemang.
Mereka mengkampanyekan program KFC
Music Hit List dan kampanye 100%Original Music, sebagai bentuk perlawanan terhadap pembajakan.
Selain itu, kreatifitas
ditunjukkan pula oleh The Goods Dept,
sebuah toko fashion dan gaya
hidup yang dipadukan dengan restoran. Lalu ada Trans Studio yang didirikan oleh orang terkaya no 11 di
Indonesia versi majalah Forbes,
Chairul Tanjung. Ia adalah pelopor tempat rekreasi indoor terbesar di Indonesia
Timur. Kemudian ada juga JNE, perusahaan
logistik yang dengan kreatif menciptakan program unggulan yang masih ada
hubungannya dengan bisnis kurir seperti PELIKAN (Pengiriman Lintas Kawasan) dan
PESONA (Pesanan Oleh-Oleh Nusantara). Di industri media, majalah ini juga
mengulas kreatifitas Grup Jawa Pos,
baik ketika di awal berdirinya maupun ketika berhadapan dengan kompetitor.
Kreatifitas
dimulai dari tiga hal. Pertama adalah consumer
insight, yaitu mengobservasi apa yang dibutuhkan konsumen, persoalan apa
yang mereka hadapi dan apa yang sebenarnya mereka inginkan. Tahap berikutnya
adalah diverging, yaitu tahap ketika
semua orang bebas mengeluarkan idenya untuk menjawab apa yang mereka temukan
dalam consumer insight. Semua gagasan
bebas berkeliaran tanpa ada yang bisa menginterupsi. Lalu tahap akhir adalah converging, yaitu mengkritik dan
menyeleksi ide. Ini adalah fase kritis. Perantara antara diverging ke converging adalah
inkubasi, di mana ide-ide yang muncul dibiarkan mengendap terlebih dahulu untuk
waktu yang telah ditentukan oleh manajemen.
Menurut
Carol Oman, Associati Principal Kraft Foods, proses kreatifitas adalah
mengobservasi, memahami, meneliti, menghubungkan, mengklarifikasi, memodifikasi
dan membuat hal baru.
Meski
demikian, edisi SWA kali ini juga menyimpan ’kekurangan’. Kreatifitas yang diteliti
dan diulas adalah kreatifitas dari merek-merek papan atas nasional atau dunia,
dan tidak membahas tentang kreatifitas pebisnis skala kecil. Dalam pengamatan PORBESS, banyak sekali pengusaha UKM
yang menciptakan ide baru dalam produk maupun pelayanannya. Sebut saja Pak Yono
dengan siomay pinknya. Produk sama, rasa hampir tidak ada beda dengan siomay
lain, namun cara berjualannya dengan menggunakan atribut berwarna pink ternyata
memikat orang untuk membeli dan mengerubuti sepedanya. Selain itu, ada juga D’Ranch yang dibuat oleh pengusaha
asal Bandung Perry Tristianto. Berwisata dengan menggunakan kuda sudah bukan
hal yang baru lagi di kota kembang ini, namun kalau naik kudanya dalam nuansa
koboy, tentu menjadi hal yang berbeda dan unik. Ada juga kreatifitas produk
seperti yang dilakukan Riezka Rahmatiana, yang menciptakan Jasmine Pisang Ijo. Intinya, kreatifitas yang
diterapkan usaha kecil atau besar, memberi dampak positif terhadap omset.
Namun,
secara umum, edisi SWA kali ini sangat direkomendasikan untuk dibaca, terutama
buat Anda pelaku bisnis dan pemimpin perusahaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar