Sejak Galileo Galilei mengatakan bumi itu
bulat, maka sejak saat itu persepsi dunia terhadap bumi berubah. Bumi yang semula dianggap datar, kini berubah
menjadi bulat. Foto-foto NASA memperkuat kesimpulan bahwa bumi itu berbentuk
seperti elips atau mendekati bundar. Hingga saat ini, tidak ada bantahan resmi
dari dunia sains terhadap ‘fakta’ tersebut.
Benarkah demikian? Tidak, kata Flat Earth
Society, sebuah organisasi yang menolak teori tentang bumi bulat sejak tahun 1956.
Menurut komunitas ini, bumi bulat merupakan salah satu dari bagian konspirasi
NASA dan pemerintah AS yang membodohi dunia dengan bukti-bukti palsu. Meski
terlihat aneh, anggota organisasi ini setiap tahunnya bertambah 200 orang sejak
2009 (dan rata-rata mereka berasal dari Amerika dan Inggris).
Menurut mereka, bumi sebenarnya lempengan
datar berbentuk cakram dengan Kutub Utara sebagai pusatnya, serta dikelilingi
oleh dinding es di Kutub Selatan. Matahari dan bulan berjarak 3000 mil atau 4800
km di atas bumi. Grativasi bumi juga sebuah ilusi menurut mereka, sebab
kecepatan benda tidaklah semakin bertambah ketika jatuh ke bawah (menurut
Newton sebesar 9,8 meter perdetik) justru benda semakin bertambah kecepatannya
ketika ke atas karena pengaruh dari ‘dark energy’ yang misterius. Sedangkan
foto-foto bumi yang dipublikasikan NASA adalah foto rekayasa. Bahkan pilot
pesawat terbang merasa pesawat yang mereka bawa masih di atas sebuah ‘bola’,
padahal sebenarnya mereka terbang di atas sebuah cakram.
Untuk apa pemerintah merekayasa ini?
“Uang,” demikian penjelasan yang didapat
dari situs resmi organisasi ini. Secara logika, lebih hemat menciptakan program
luar angkasa yang palsu dibanding benar-benar meneliti tentang alam raya
ini. Flat Earth Society menggunakan
Metode Zetitic sebagai ganti Metode Ilmiah yang sudah dikenal sejak lama.
Metode ini menggabungkan antara pengalaman empiris dengan rasionalisme dengan
dasar penalaran deduktif. Penalaran
deduktif merupakan prosedur yang berpangkal pada suatu peristiwa umum, yang
kebenarannya telah diketahui atau diyakini, dan berakhir pada suatu kesimpulan
atau pengetahuan baru yang bersifat lebih khusus. Metode ini diawali dari pembentukan
teori, hipotesis, definisi operasional, instrumen dan operasionalisasi. Dengan
kata lain, untuk memahami suatu gejala terlebih dahulu harus memiliki konsep
dan teori tentang gejala tersebut dan selanjutnya dilakukan penelitian di
lapangan. Dengan konteks penalaran deduktif tersebut, konsep dan teori
merupakan kata kunci untuk memahami suatu gejala. Contohnya, jika kita meyakini
bahwa bumi ini datar, maka seluruh bukti-bukti empiris haruslah memperkuat ini.
Mereka
juga memiliki teori percepatan elektromagnetik untuk menjelaskan terbit dan
terbenamnya matahari (yang kalau menggunakan teori umum, bumi berputar
mengelilingi matahari). Bahkan mereka tidak mempercayai adanya satelit yang
mengorbit bumi. Menurut organisasi yang sekarang dikepalai oleh Daniel Shenton,
semua penjelasan tentang karakteristik bumi yang selama ini didoktrin dari NASA
dapat juga mereka bantah, mulai dari penjelasan mengenai fenomena pasang surut
air laut, erupsi vulkanik, zona waktu, kompas, dan lainnya. Selain itu,
organisasi ini juga menganggap pemanasan global adalah hoax alias isyu palsu.
Flat
Earth Society juga memiliki versi tersendiri mengenai peta bumi datar yang
menempatkan Kutub Utara sebagai pusatnya. Peta tersebut bukan 2D, melainkan
lingkaran. Uniknya, logo resmi badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sendiri
mirip dengan peta ini. Apakah PBB secara tersirat percaya kalau bumi itu datar?
Sumber: Guardian, The Flat Earth Society,
LiveScience, Wikipedia dan lainnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar