Sumber:usembassynigeria.blogspot.com |
Selain faktor rasional yang
mempengaruhi keputusan politik seseorang, ternyata ada banyak faktor irrasional
yang sangat penting untuk dipertimbangkan para juru kampanye dalam mempengaruhi
masyarakat menentukan partai atau kandidat saat pemilihan umum. Salah satunya
adalah faktor kerisauan atau kegelisahan.
Sebuah penelitian yang dikutip
oleh laman Live Science menunjukkan hal tersebut. Mereka yang mudah takut lebih
cenderung mendukung kebijakan konservatif. Peneliti menunjukkan bahwa 46
relawan di AS yang pertama-tama ‘disuguhi’ gambar-gambar mengerikan seperti
luka belatung dan wajah penuh darah sebelum diselingin gambar-gambar bayi
tersenyum dan kelinci lucu ternyata mendukung perang Irak dan hukuman mati,
yang notabene adalah kebijakan konservatif. Para peneliti mencoba melihat
korelasinya dengan menyimpulkan bahwa kegelisahan dan ketakutan membuat orang
mendukung keputusan yang bisa melindungi mereka, dan biasanya keputusan
tersebut adalah keputusan yang konservatif.
Tidak heran jika pada pilpres AS
tahun 2004 George Walker Bush terpilih lagi untuk kedua kalinya, padahal
sebelumnya ia sudah dikutuk oleh masyarakat Amerika sendiri atas keputusannya
menyerang Irak dan Afghanistan. Ia berhasil memainkan isyu terorisme dan menanamkan
ketakutan kepada rakyatnya tentang bahaya Osama Bin Laden. Meski lebih dari 50 persen masyarakat Amerika
menilai kebijakan ekonominya gagal, dan menganggap program John Kerry (kandidat
dari Demokrat) lebih baik, namun kelihaian Bush (dan tim kampanyenya)
mencitrakan diri sebagai pemimpin dalam perang melawan terorisme ternyata berhasil
membuat bangsa Amerika yang saat itu kehidupannya diliputi rasa takut akibat
serangan teroris memutuskan untuk memilihnya.
Obama yang akan mengikut pilpres
bulan November ini cenderung menggunakan isyu dan keberhasilannya dalam
menangkap Osama bin Laden sebagai modal kampanye. Dengan memanfaatkan ketakutan
yang belum pulih atas peristiwan 911, Obama cenderung akan memenangi
pertarungan melawan Mitt Roomney.
Sumber: LiveScience,
CBS News
Tidak ada komentar:
Posting Komentar