Sumber:www.reportase.com |
Penyandang tuna netra atau mereka yang mengalami gangguan penglihatan sebentar
lagi bisa ‘melihat’ dunia ini kembali. Para ilmuwan di Second Sight, perusahaan Amerika yang khusus mengembangkan
teknologi penglihatan telah berhasil menciptakan mata tiruan yang dinamakan
‘Argus Il’. Alat canggih ini terbukti mampu membuat seorang yang mengalami
kebutaan untuk melihat warna, gerakan dan bahkan bentuk objek atau benda.
Sebanyak 50 pasien tunanetra yang telah ditanamkan alat ini pada retinanya kini
sudah memiliki kemampuan tersebut. ‘Argus Il’ menggunakan kamera kecil yang
ditempel pada kacamata, prosesor yang bisa menerjemahkan sinyal dari kamera ke
dalam perangsang elektronik,serta mikrochip dengan 60 elektroda yang langsung
ditanam ke dalam retina.
Proses kerjanya dimulai dari gambar atau imej yang ditangkap oleh kamera
mini pada kacamata, kemudian diproses oleh mikrochip untuk dikonversikan
menjadi informasi visual dalam bentuk sinyal elektronik yang dikirimkan ke
perangkat yang telah ditanam ke retina tersebut. Selanjutnya, diterjemahkan
dalam bentuk pola cahaya yang menangkap objek. Sebelumnya, pasien penderita
gangguan penglihatan yang menggunakan alat ini harus sudah mempelajari
bagaimana menginterpretasikan pantulan cahaya yang diterima.
Pada percobaan pertama, seorang pasien buta mampu membaca tulisan kurang
dari satu detik dengan tingkat akurasi mencapai 89 persen. Pasien tersebut juga
mengikuti tes membaca kata-kata yang lebih panjang lagi seperti membaca surat.
Dengan tingkat keakuratan yang tinggi tersebut, pasien ini terbukti memiliki
tingkat resolusi spasial yang bagus.
Selain kebutaan, gangguan penglihatan lain yang terbantukan dengan perangkat
ini adalah Retinitis Pigmentosa. Gejala ini merupakan gangguan pada retina yang
mempengaruhi penglihatan pada malam hari. Dengan menanamkan Argus Il pada
retina, keterbatasan penglihatan tersebut dapat dipulihkan kembali sehingga
kemampuan membaca bagi penderita retinitis pigmentosa bisa meningkat.
Eric Selby adalah salah satu pasien yang berhasil ‘melihat’ kembali
dunianya. Selama dua puluh tahun ia bergantung kepada anjing untuk berjalan,
kini setelah dipasang mata tiruan ini, gangguan penglihatan yang ia derita pun
berangsur hilang. Ia bahkan mampu mendeteksi bendang-benda umum seperti trotoar
dan aspal. Meski fungsi dasar alat ini adalah memantulkan cahaya yang kemudian
diterjemahkan ke dalam otak, namun Selby sendiri mengaku sangat takjub bahwa
kini sudah mampu melihat lagi.
Alat ini rencananya mulai dipasarkan di Eropa, terutama di Belanda. Dalam
beberapa minggu ke depan, jika regulasi di Belanda memungkinkan, maka ini akan
menjadi ‘mata buatan’ pertama yang dijual di Eropa dan bisa menolong mereka
yang mengalami gangguan penglihatan.
Namun alat bantu ini juga memiliki ‘kelemahan’. Ia hanya berfungsi pada
mereka yang sel-selnya masih berfungsi normal. Saraf matanya harus tetap hidup,
dan Argus Il ini cenderung diperuntukkan buat mereka sebelumnya bisa melihat.
Jadi bagi yang mengalami kebutaan sejak lahir, alat ini belum bisa membantu.
Kelemahan lainnya, alat ini sangat mahal. Per unitnya bisa mencapai US$
100,000 atau kalau dirupiahkan dengan kurs Rp.8000, maka perlu merogoh kocek
800 juta rupiah. Hampir sama dengan harga mobil Toyota Alphard atau rumah di
Citraland, Jakarta seluas 100 meter persegi. Barangkali pemerintah perlu
mengangarkan dalam APBN sebagai alokasi kesehatan mata untuk masyarakat ini.
Setidaknya, diperuntukkan bagi manusia-manusia berkualitas yang mengalami
gangguan penglihatan.
Panca indera penglihatan memang mahal. Tidak heran ada kalimat bijak yang
mengatakan, bahwa selagi punya mata, maka berarti kita masih terkategori
sebagai orang kaya. Minimal, lebih kaya 800 juta rupiah.
Sumber: Huffington Post, ScienceDaily
wahh,bagus juga
BalasHapusmohon kunjungan dan komennya
:)
Siap gan, langsung ke TKP
Hapus