Mendidik Anak menjadi ’Steve Jobs’



Sumber:www.cultofmac.com
Dunia teknologi informasi sudah berkembang pesat. Tidak saja orang tua, bahkan anak-anak pun sudah melek terhadap hal ini. Tidak heran bila ada anak umur lima tahun bisa chatting di Yahoo Messenger, punya akun di Facebook atau berceloteh via Twitter. Mereka tidak saja hanya sebatas konsumen teknologi, namun juga menjadi ’pemain’ di industri informasi ini. Dan tentunya hal ini tidak terlepas dari peran orang tuanya masing-masing dalam mendidik anak. Mereka mampu mendeteksi bakat anak-anaknya dan memberi fasilitas sehingga akhirnya anak-anak tersebut mampu membuat terobosan di bidang teknologi informasi.

Yusi Elsiano (35) misalnya, mendidik anak dengan cara mengarahkan bakat mereka sejak dini. Fahma (13) dan Hania (7), kedua anaknya, adalah. programmer aplikasi software dan pernah menjuarai kompetisi internasional di Kuala Lumpur, Malaysia.

”Awalnya mereka senang bermain dan belajar dengan menggunakan komputer. Lalu kami belikan mereka buku-buku ringan mengenai cara membuat animasi atau game sederhana. Fahma waktu itu sudah mulai mencoba dan dia berhasil,” tutur wanita yang juga pakar perkembangan anak ini ketika dihubungi Porbess.

Sebagai ibu, Yusi tidak sekedar berperan sebagai fasilitator, namun juga mengarahkan mereka agar bisa menghasilkan karya yang memiliki nilai tanggung jawab moral, seperti membuat animasi game edukatif dan bukan membuat game tentang pembunuhan atau perkelahian. Sehingga proses mendidik anak juga memasukkan nilai-nilai moral di dalamnya.

”Saat ini mereka sudah membuat sejumlah animasi pendidikan, seperti animasi untuk belajar bahasa Inggris, belajar matematika, belajar tentang huruf dan warna serta permainan yang mendidik lainnya. Total hingga saat ini ada sekitar 47 game yang sudah dibuat Fahma dan Hania,” tuturnya.

Hampir sama dengan Yusi dalam mendidik anak, Fidriana (37) juga membaca bakat anaknya, Yahya Harlan sejak ia masih kecil. Ia melihat bahwa Yahya sudah menyukai komputer ketika ia masih balita. Meski pada awalnya bakat seni Yahya terlihat lebih menonjol, namun minatnya kepada teknologi ternyata lebih mendominasi.

”Sebagai orang tua, saya memberikan kebebasan kepada Yahya terhadap apa-apa yang ia senangi. Ia sendiri sudah mengetahui bahwa minatnya adalah dunia IT,” kata istri dari Yan Harlan (45) ini.

Tidak heran kalau akhirnya minat Yahya terhadap dunia IT melahirkan situs jejaring sosial SalingSapa.com yang fenomenal itu. Sebagai produk asli buatan anak negeri, SalingSapa.com kaya akan fitur-fitur Islami seperti siaran televisi langsung dari Makkah, siaran ceramah beberapa ustadz terkenal, dan juga radio streaming yang berisi berbagai macam khutbah dari sederet dai populer.

Kompetisi
Menurut pakar pendidikan anak Winarini Wilman, PhD, minat anak berkembang berdasarkan apa yang sering atau dialami oleh anak tersebut dalam kehidupan sehari-hari bersama orang tuanya atau lingkungan lain seperti sekolah, teman dan media massa. Jadi mendidik anak tidak saja dilakukan di rumah, melainkan juga di luar rumah seperti memperhatikan lingkungannya.

”Untuk mendeteksi minat anak, kita bisa ajak mereka ke berbagai situasi yang berkaitan dengan bakat mereka. Nanti bisa dilihat anak cenderung senang berkegiatan di area mana,” tutur psikolog yang juga dosen Fakultasi Psikologi Universitas Indonesiai ini.

Di dalam mencetak anak yang berprestasi, tambahnya, harus ada interaksi yang selaras antara orang tua, anak, sekolah dan guru. Sebab hasil pendidikan bukan disebabkan karena faktor orang tua saja, melainkan juga lingkungan yang semuanya berinteraksi dengan faktor dari dalam diri anak, seperti usia, kepribadian, ketekunan, gaya belajar, ketahan fisik dan mental ketika menghadapi hambatan serta sikap terhadap hal yang dipelajari. Termasuk di dalam hal berkompetisi.

”Boleh saja orang tua mengikutsertakan anak-anaknya untuk berkompetisi sesuai minat mereka, asalkan anak tersebut juga bersedia. Yang penting jangan memaksa anak,” tegasnya.

Berkaitan dengan kompetisi, Yusi juga mencoba mendorong Fahma dan Hania untuk mengikut berbagai perlombaan yang berkaitan dengan pembuatan aplikasi game.

”Alhamdulillah sering menjadi juara, meskipun terkadang juga tidak,” tuturnya sambil tersenyum.

Selain kompetisi, para ibu ini juga memfasilitasi anak-anaknya dengan pendidikan tambahan yang sesuai dengan minat dan bakat mereka di dunia IT.  Yusi misalnya, mendaftarkan anak-anaknya ke tempat kursus membuat aplikasi game dan menggambar manga. Lalu Fidriana mengikutsertakan Yahya dalam beberapa Paket Pelatihan Komputer di ComLabs ITB agar bakatnya di bidang IT kian terasah tajam.

Tidak hanya kursus, mengikutsertakan anak dalam berbagai komunitas juga merupakan bentuk lain dalam mendidik dan mengasah bakat anak. Seperti yang dilakukan Endang Setyadi (61), ibunda dari Habibie Afsyah. Mengetahui bahwa bakat anaknya adalah di bidang internet marketing, maka penulis buku Surga Buat Habibie ini pun memasukkan anaknya ke berbagai komunitas internet marketing, seperti Jisportal di Jakarta, Adsense ID di Yogjakarta, Kampung Blogger di Magelang dan juga Sekolah Internet Indonesia.

”Boleh dibilang ilmu yang diperoleh Habibie adalah ilmu jalanan, karena belajarnya sambil jalan-jalan namun fun karena dapat banyak ilmu,” katanya. Habibie sendiri pernah mendapat penghasilan lebih dari US$ 5000 karena kepiawaiannya dalam pemasaran internet.

Untuk menjaga motivasi anak di bidang IT, para orang tua ini juga memanfaatkan nama besar tokoh-tokoh yang sudah terkenal di industri ini sebagai contoh sukses yang harus ditiru oleh mereka. Seperti Yusi yang sering menceritakan kisah Steve Jobs kepada Fahma dan Hania.

”Sikap Jobs yang tekun, pekerja keras, teliti dan disiplin sangat bagus untuk dijadikan contoh buat mereka,” katanya.

Ya, Yusi, Endang dan Fidriana memang sama seperti ibu-ibu lainnya. Mereka mendidik anak setelah mampu mendeteksi apa bakat anaknya. Hanya mungkin bedanya, mereka telah berhasil membentuk anak-anaknya menjadi ’the next Steve Jobs’ versi Indonesia dari rumahnya masing-masing.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar